Kecintaan saya kepada dunia tani bermula ketika Gereja Katolik mencetuskan gagasan mengenai pertanian yang ramah lingkungan tanpa menggunakan pupuk kimia. Wah indah sekali dan pasti sehat benar hasil pertanian ketika para petani mau berpola pertanian ramah lingkungan. Refleksi teologis yang dikembangkan oleh Gereja Katolik saya terjemahkan dalam pastoral saya dengan sebuah simbol: 'Tani Lestari Desa Lestari'.
Tani Lestari Desa Lestari tidak lain adalah gerakan pastoral ala desa (bahasanya Tukul: katrok) untuk memberdayakan masyarakat desa agar lewat dunia pertanian mereka menjadi komunitas yang sejahtera, mencintai pertanian dan menghadirkan pola hidup yang sehat dengan membebaskan diri dari zat-zat kimia dalam aneka tanaman pertanian.
Nah dalam pemikiran dan permenungan seorang Karmelit, yang saya lakukan adalah semangat peraudaraan dan kenabian. Bagi saya, persaudaraan dan kenabian adalah kehadiran nyata dalam kehidupan sosial untuk membebaskan masyarakat dari ketidakmerdekaan. Dengan ketergantungan pada pupuk kimia dan ketidakmampuan daya beli petani akan pupuk tersebut (karena semakin tahun semakin mahal), petani menjadi masyarakat yang tidak merdeka. Bahkan terpinggirkan. Apalagi pertanian menjadi monopoli kelompok tertentu karena petani tergantung pada sistem, pola dan benihnya; tidak bisa lagi dengan bebas memilih benih, menanam dan sebagainya. Dalam dunia tani kondisi ini akibat program 'revolusi hijau' dengan simbol benih unggul.
Gerakan persaudaraan kenabian bukan sebatas membangun suasana atau iklim semata, melainkan membutuhkan beberapa bentuk penerjemahan secara konkret. Pendampingan petani sebagai bentuk pastoral merupakan pemaknaan persaudaraan kenabian dan tetap mengacu pada dimensi hidup, karya dan perjuangan Yesus ketika menyejarah. Dalam hidup-Nya, ada tiga pola pendekatan yang Ia bangun selama berkarya sebagai manusia. Dari ketiga pola tersebut sangat jelas nilai tranformatif yang dibangun oleh Yesus, yang pada gilirannya menjadi nilai yang harus dikembangkan dalam membangun persaudaraan profetis sebagai wujud dari transformasi karisma Karmel dalam membangun tata dunia ini, khususnya pendampingan petani. Saya mencoba untuk memaknainya ketika saya menjadi pastor di pedesaan.
Pola yang dibangun oleh Yesus dalam mentranformasikan nilai-nilai perubahan dan kenabian bertama-tama ialah kehadiran. Kehadiran dalam kehidupan petani tidak lain adalah bersama-sama mereka memikirkan kehidupan sebagai tani. Ketika saya mendampingi kelompok tani desa Sumber Ngepoh waktu itu, saya menyempatkan diri untuk senantiasa hadir dalam pertemuan rutin mereka. Juga di sela-sela waktu pelayanan sebagai imam, saya juga kadang bertandang ke sawah mereka untuk menyapa. Kehadiran kita adalah tanda nyata sekaligus kekuatan untuk berani membangun perubahan dalam bidang pertanian. Dalam kebersamaan juga dibicarakan mengenai visi baru dalam dunia pertanian. Refleksi bersama mengenai kehidupan tani bahkan juga sampai pada bagaimana mengelola rumah tangga petani.
Masih dalam kerangka pengalaman hadir, pola dasar kedua yang dibuat oleh Yesus ialah mengajak untuk menilai kembali pengalaman tersebut, dalam bahasa spiritualitas disebut refleksi. Peristiwa yang dibuat Yesus mengajak orang untuk berpikir dan menilai kembali dan kemudian mampu untuk merubah perjalanan orang tersebut. Demikian juga dalam pendampingan petani, saya juga mengajak petani untuk melihat bagaimana kehidupan selama ini. Saya mengajak juga untuk melihat bagaimana pola tanam dan hasil yang kita capai. Apakah penggunaan pupuk sudah sesuai dan bagaimana hasilnya. Dalam refleksi apakah pertanian menjadi sumber hidup dan kekuatan ekonomi petani. Dalam refleksi bersama tampak sebuah kesimpulan yang jelas bahwa pertanian konvensional yang menggunakan pupuk urea adalah pertanian yang semakin lama semakin rakus akan pupuk. Dalam refleksi mereka mempunyai niat untuk membangun sebuah perubahan sehingga pertanian yang ramah lingkungan menjadi andalan. Desa lestari tani lestari adalah motto dari refleksi tersebut.
Sedangkan pada pola dasar ketiga, ia menciptakan tumbuh kembangnya arah pandang (visi) yang kadang mampu menciptakan hidup alternatif, berbeda dengan kebanyakan hidup konkret manusia. Dalam pastoral pertanian dengan simbol: tani lestari dan desa lestari mengajak para petani untuk berani memilih pola pertanian yang berbeda dengan apa yang selama ini dibuat. Dalam bahasa pertanian dengan visi yang baru petani berani mengubah dari pola konvensional yang syarat dengan penggunaan pupuk kimia ke pola pertanian lestari yang menggunakan pupuk yang ramah lingkungan.
Menarik sekali bahwa dalam membangun visi yang baru semakin jelas bahwa gerakan tani lestari dan desa lestari bukan sekadar hanya pertanian dan tanaman pertanian, melainkan juga menyangkut ekonomi petani dan rumah tangga petani. Kegagalan pertanian yang terjadi bukan hanya soal ketergantungan pada penguasa benih dan pupuk, melainkan juga dalam hal keuangan. Budaya pinjam dengan jaminan panen merupakan pola yang selalu merugikan petani. Maka dalam membangun visi juga dicetuskan bagaimana petani memiliki keuangan mandiri. Dari pertanian dan dunia tani lalu muncul gerakan keuangan mikro dan juga CU.
Mungkin kita bertanya, lho relevansinya dalam bidang pastoral apa? Bagaimana dengan kehadiran Gereja sebagai pewarta Kerajaan Allah? Pastoral dan pendampingan petani dan rumah tangga tani merupakan aksi nyata karisma persaudaraan kita yang tercermin dalam kehadiran kita dalam peristiwa yang menyebabkan orang menilai kembali pengalaman hidupnya untuk kemudian menentukan arah pandangan dalam berperilaku: bukan hanya mewartakan kasih, melainkan mengamalkan kasih. Sesungguhnya pemaknaan persaudaraan transformatif-profetik nampak pada perubahan dari mewartakan persaudaraan demi persaudaraan ke kehadiran kita sebagai saudara bagi mereka yang tersingkirkan, sehingga kehadiran kita itulah yang akan menciptakan sebuah 'peristiwa' persaudaraan yang hidup.
Persaudaraan kenabian sesungguhnya merupakan aksi nyata karya kerasulan kita sebagai Gereja, sebagaimana karya yang dikembangkan oleh Yesus dan dilanjutkan oleh para bapa Gereja, yaitu persaudaraan yang membela dan menyelamatkan. Persaudaraan kenabian, persaudaraan yang membela dan membebaskan dalam pelbagai bentuknya tentu mengandung implikasi transformatif, oleh karena itu harus menjadi tanggungjawab setiap orang yang menamakan dirinya sebagai anggota Gereja.
Dalam karya kerasulan dan pastoral petani kita dituntut untuk membawa daya penyelamatan Ilahi, yaitu menghadirkan sebuah persaudaraan yang membela dan menyelamatkan, maka persaudaraan profetik-transformatif adalah sebuah peristiwa. Di mana gereja berada, hadir dan hidup, di situ harus terjadi sesuatu, yaitu suatu perubahan ke arah perdamaian, keadilan dan solidaritas nyata dengan orang-orang miskin, teristimewa adalah para petani. Sebagai sebuah gerakan, Gereja (komunitas) juga sebuah persaudaraan dalam kasih yang membangun paguyuban untuk bersama-sama membawa pesan Kristus ke dalam masyarakat. Sebagai anggota Gereja, kita adalah sakramen, sehingga kehadiran kita harus terus mampu dirasakan sesama. Kita harus menyatu dengan masyarakat, karena kita diutus untuk mereka. Kehadiran kita akan semakin nyata kalau bersatu dalam 'akar', dalam umat basis di tempat kita masing-masing. Kehadiran kita akan bermakna, bila umat mampu merasakan kehadiran kita dan mereka terbantu untuk membangun refleksi dari perjumpaannya dengan kita serta punya arah ke depan. Pastoral petani (juga buruh dan nelayan) merupakan kesempatan yang sangat strategis dalam pengembangan 'Kerajaan Allah'. (Aldi)