Saya ditahbiskan menjadi imam saat Gereja Katolik Indonesia sedang berjuang mengembangkan semangat Konsili Vatikan II dan gerakan Eklesiologi Asia. Akibatnya pemahaman saya tentang sebuah paroki berkembang sesuai dengan model yang diembuskan saat itu. Dalam dokumen liturgi diungkapkan, semua sakramen Gereja akan semakin jelas maknanya kalau menjadi 'alat' untuk mengajarkan hidup Kristiani. Setiap sakramen Gereja akan semakin menarik ketika membantu umat untuk siap mengadakan perubahan hidup. Akibatnya kehidupan doa pribadi maupun doa Gereja, Misa serta Perayaan liturgi lainnya menjadi perayaan komunitas, perayaan syukur dan memberi inspirasi perubahan.
Selanjutnya saya mencoba berjalan bersama membangun 'perubahan' dalam penggembalaan paroki berdasarkan semangat doa dan Ekaristi. Satu hal yang menegaskan saya berani berbuat ialah bahwa keselamatan terjadi bukan karena pertama-tama doa-doa yang sekedar diucapkan atau bahkan dinyanyikan, melainkan doa yang kita wujudkan dalam perbuatan hidup. Bacaan Injil hari ini menegaskan kepada kita bahwa hidup dalam kehendak-Nya, dalam Sabda-Nya ialah ketika kita tidak hanya sekadar menyebut Tuhan, Tuhan setiap jam, setiap saat, melainkan bagaimana sabda-Nya kita wujudkan dalam perbuatan sehari-hari.
Impian saya: Persekutuan umat Allah yang dihidupi oleh doa dan Ekaristi adalah persekutuan umat yang menghadirkan Kerajaan Allah sebagai proses pembebasan. Sebab ketidakhadiran Kerajaan Allah, entah karena ketidakmampuan: menyekolahkan anak, menjangkau kesehatan, berperan dalam bidang sosial, politik dan akses yang lain dalam masyarakat memberikan bukti tidak adanya pembebasan atau keselamatan. Akibatnya kalau kita berbicara soal Gereja, lebih tepat lagi umat basis, maka visinya : Persekutuan Umat beriman yang dihidupi oleh Sabda dan doa (khususnya Ekaristi) untuk melanjutkan karya perutusan menghadirkan Kerajaan Allah dalam proses pembebasan manusia.
Gagasan itulah yang saya kembangkan di paroki tempat saya diutus dan mempengaruhi saya dalam berpikir mengenai Gereja. Orang beriman Katolik adalah mereka yang dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Penegasan saya mengenai Kerajaan Allah bukan sekadar penyelamatan jiwa-jiwa, menyanyikan lagu-lagu suci, meningkatkan devosi dan kesalehan pribadi; melainkan bagaimana doa kita lanjutkan dengan gerakan pembebasan manusia seutuhnya. Orang beriman yang setiap hari berdoa dan ber-Ekaristi adalah orang yang dipanggil untuk melanjutkan membagikan Roti kepada mereka, khususnya yang membutuhkan peneguhan dan kehadiran kita untuk bersama-sama berproses membebaskan dirinya dari pelbagai belenggu 'dosa'.
Gereja sungguh sebagai paguyuban murid Kristus ketika doa yang dilantunkan menghadirkan karya pembebasan melalui kegiatan nyata umat. Doa pun harus berdampak dalam kehidupan sosial. Membangun manusia seutuhnya adalah bagian dari “kerinduan” komunitas yang dihidupi oleh semangat doa. Doa bukan sekadar kata saleh dan khusuk yang diucapkan melainkan dilanjutkan dalam perwujudan. Itulah artinya mendirikan rumah di atas wadas. (Aldi)